Jumat, 01 April 2011

Penolong Intimidatif

Mukanya seram, tapi berusaha tersenyum dengan semerbak aroma alkohol di dekatnya. “Taxinya  Mas..,” senyum menawarkan bantuan sok tulus. Kita sudah menduga pasti ada pamrih di belakang motif menolongnya itu.

Tapi, malah ada yang hanya berdiri di samping pintu sopir taxi. Pemandangan ini kerap dijumpai di depan halte Sarinah Thamrin. Begitu penumpang menaiki taxi, sopir taxi mesti merogoh kocek atau memaksa penumpang untuk menanggung biaya jahanam itu, Rp 1000. Tidak besar, tapi menjengkelkan karena kadang membuat kita merasa tidak punya pilihan selain menjadi bagian dari lingkaran pemerasan itu.

Sejak kapan di halte mesti bayar untuk menunggu kendaraan umum? Muka-muka para penolong berpamrih ini, menebarkan ranjau di seluruh penjuru kota. Senyum-senyum intimidatif ini, mungkin lebih pas disebut seringai, menjadi pemandangan biasa di semua terminal angkutan umum di Jakarta.

Siapa  yang mudah percaya pada orang yang punya niat menolong di kota ini? Berbagai pengalaman ini menanamkan ranjau di setiap celah ketulusan hati yang bersih. Kecurigaan menundukkan cinta kasih. Oh, betapa kota ini sudah dikuasai syak wasangka. Karena polisi sepertinya hanya ada di perempatan lampu merah dan di balik sisa rerimbunan pohon,  mengendap-endap, mengintip yang bisa dikutip. Amboi Jakarta!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar