Cobalah perhatikan kebiasaan pengendara motor di perempatan lampu merah. Pernahkah roda depan benar-benar berada di belakang marka henti saat lampu merah? Percayalah banyak sekali yang berusaha sejauh mungkin menerobos dan bersiap di baris depan kerumunan motor yang lain. Padahal itu jelas melanggar rambu lalu-lintas. Sepertinya mereka semua tergesa.
Keunikan kehidupan masyarakat Jakarta dan berjuta alasan mereka yang tetap merapatkan jejak hidupnya di kota ini.
Jumat, 01 April 2011
Ilusi Kekuasaan
Tidak perlu lulus SD untuk tahu kalau tidak boleh parkir di jalanan sempit dan lalu-lintas ramai. Tapi mobil bak itu diparkir persis di depan toko material, dan memakan nyaris separuh bahu jalan. Jalanan Utan Kayu, Jakarta Timur jelas saja macet. Tapi, si sopir malah tak menggubris situasi itu, malah asyik ngobrol menyelesaikan urusannya dengan si pemilik toko.
Dahulukan Saya!
Menyela antrian di loket jelas memalukan. Tapi tidak bagi kebanyakan orang di Jakarta
. Jika mau ada di urutan depan, ya mesti datang lebih awal. Konsekuensi sederhana itu pun mereka tak paham. Menyerobot antrian tak ubahnya perilaku perampok yang mengambil hak orang lain. Waktu yang digunakan untuk datang lebih awal, jelas bukan sesuatu yang sepele yang bisa dirampas begitu saja. Dengan segala cara merebut antrian, seringkali pasang muka galak biar yang lainnya minggir. Tak tahu malu.
Berdoa Sambil Mengganggu
Khusuk melafal kitab suci, berjamaah di tengah riuhnya jalanan. Oh Tuhan, sungguh mengharukan umat Mu ini. Tapi sayang, mata mereka melotot garang ketika motor nyaris menyenggol tikar tempat mereka berdoa.
Penolong Intimidatif
Mukanya seram, tapi berusaha tersenyum dengan semerbak aroma alkohol di dekatnya. “Taxinya Mas..,” senyum menawarkan bantuan sok tulus. Kita sudah menduga pasti ada pamrih di belakang motif menolongnya itu.
Rabu, 09 Maret 2011
Mental Tukang Parkir
Minimarket ini tempat biasa aku membeli kebutuhan harian. Hampir setiap hari aku mampir ke situ untuk sekadar membeli minuman dingin. Seperti biasa motor kuparkir di tempat parkir yang sudah disediakan. Seperti biasa pula ketika kuberanjak dari sana, begitu pantat sudah naik ke sadel, motorku ditarik bersamaan bunyi tiupan pendek peluit seorang lelaki dengan rompi berkantung banyak. Motor kustarter dan tangannya menadah minta Rp 1000. Dalam hati ku bertanya, “Siape Elu?”
Langganan:
Postingan (Atom)